NEVER FORGET TO SAY LAILAHA ILLOH
Jumat, 30 Desember 2011
hikayah
“ Saat subuh berangkat ke masjid ia berjalan sangat pelan, berusaha menahan langkahnya yang sebenarnya tergesa-gesa, hingga akhirnya Rasulullah-pun memulai jama`ahnya karena terlalu lama menunggunya, maka saat beliau ruku`, beliau memanjangkan ruku`nya tak seperti biasa, Sayyidina Aly Ra. yang kemudian sampai dan menemukan beliau dalam keadaan ruku` langsung bertahmid “ الحمد لله ” ia langsung sholat dan ruku`, sa`at bangun dari ruku`bukan takbir yang rasul baca melainkan “ سمع الله لمن حمده “ ketika sholat selesai sahabat langsung bertanya “ Ya Rasul … apa gerangan yang membuat engkau ruku` dengan lama ?, adakah ajaran baru ? “ Rasul menjawab “ Tidak, namun saat ruku` tadi jibril datang dan sayapnya menahanku untuk i`tidal seraya berkata “ tunggulah Aly sungguh ia ingin ikut berjama`ah dengan engkau”. Hai Aly... Apa gerangan yang menimpamu ? “ Sayyidina Aly menjawab “ Ya Ma`asyirol Muslimin… tadi sa`at aku berangkat ke sini di depanku terdapat lelaki tua renta yang sangat lamban jalannya, aku enggan mendahuluinya, karena islam mengajarkan kita untuk memuliakan yang lebih tua”. lalu Rasul bersabda : “ ya, itu sebabnya, Allah datang memerintahkan jibril agar aku menantimu dan saat engakau (Aly) mengucap tahmid jibril menyahut سمع الله لمن حمده maka akupun membacanya saat bangun dari ruku`”. Betapa mulia akhlaq sayyidina Aly, hingga ia enggan mendahului lelaki tua yang berjalan didepannya, meski ia sedang tergesa untuk sholat berjamaah, padahal lelaki tua itu sedang menuju ke gereja untuk beribadah.
Cerita inilah yang membuatku tak melewati lelaki tua yang semakin menuju kearahku, kuperhatikan ia dan aku termangu saat menangkap komat kamit dilisannya, semakin dekat ia kearahku semakin jelas pula kata-kata yang keluar dari lisannya, aku terpana dan kagum dengan kata-kata yang keluar dari lisannya سبحان الله ..... setiap langkahnya diiringi asma`ul husna, selangkah ia berdzikir يا الله dan selangkah lagi يا رحمن pada langkah selanjutnya يارحيمdan kemudian يامالك lalu يا قدوس terus menerus seperti itu hingga asma`ul husna usai oleh langkahnya yang terseok-seok, namun lisannya begitu fashih melafadhkan asma`ul husna.
Ya Allah, Ya Rabb … begitu ia mengagumkan, aku sapa kakek tua itu dengan senyumku, lalu ia bergumam dengan bahasa Madura (bahasa probolinggo) yang terdengar samar “ Andik Pesse ?” sungguh aku mengerti kata-kata itu tapi suara tuanya menyamarkan pendengaranku maka aku balik bertanya “ apa mbah ? “ ia mengulangi kalimatnya lagi “Andik Pesse ?” lagi-lagi kata itu tak jelas bagiku, hingga kutanya lagi “ maaf mbah, aku ngga` ngerti ” lalu ia mengulang kalimatnya lagi dengan senyum dan suaranya Nampak lebih jelas “Andik Pesse ? ” kali ini aku berusaha merangsang kata-katanya dan aku mengerti dari kata “Pesse” ya, aku tau “dhue`” yang kata indonesianya adalah “uang” dapat aku ambil kesimpulan bahwa kakek ini meminta sedekah namun kelamaanku berfikir membuat kakek itu berkata " ما في فلوس, فلوس ؟ " (tidak adakah uang, uang ?) aku tersentak kaget سبحان الله .... hampir aku tak percaya dengan bahasa arabnya, dengan spontan kuambil selembar uang kertas dan aku berikan kepadanya, namun tangan kanannya cacat, kulitnya rusak, hingga ia tak mampu menerima dengan tangannya yang mulia, ia hanya menunjuk pada sakunya, kumasukkan uang yang tak berharga itu kedalam sakunya. Ia tersenyum sedang aku terus menatapnya dengan rasa kagum dan tanpa sadar ku biarkan kakek itu berlalu membawa segenap rasa ta`jubku. Dan dengan bahasa arabnya yang fashih ia berdo`a " شكرا .... جزاكم الله أحسن الجزاء, بارك الله لك " entah do`a apalagi yang ia panjat sementara aku hanya bisa tercengang seraya menjawab " آمين ... "
Hatiku terus menaruh simpati Hanya satu kata yang terbersit dihatiku saat menuai rasa kagumku سبحان الله .. betapa menakjubkan kakek itu diusia tuanya ASMA`UL HUSNA MENUNTUN LANGKAHNYA, ditambah saat ia mengajakku berkomunikasi dengan bahasa arab, bahasa Al-Qur`an, bahasa kita ummat islam, sekali lagi bahasa itu bahasa ahli surga.
Ya Allah…. Sampai saat ini aku masih teringat tingkah lakunya yang mulia yang mengajarkan thoriqoh bukan dengan kata-kata, namun langsung ia praktikkan dengan tingkahnya, betapa benar pribahasa mengatakan : " لسان الحال أفصح من لسان المقال " Kakek itu sudah tua renta tapi ia bisa beraktifitas dengan dzikirnya tampa keluh kesah. Dan kini yang menjadi tanda-tanya adalah “ siapa kakek itu ? ”.. والله أعلم
By :
Lady Di
Benarkah Isra`-Mi`raj itu Terjadi ?
Isra` Mi`raj merupakan peristiwa perjalanan Rasulullah SAW memenuhi undangan Allah SWT dan menerima titah shalat lima waktu. Hingga kini, tak satu pun manusia yang mampu memahami teknologi apa yang digunakan Allah saat memperjalankan hamba-Nya itu. Betapa tidak, dalam waktu yang begitu singkat perjalanan sejauh itu terlampaui bahkan Rasalullah sudah kembali dari perjalanannya sebelum dinginnya tikar yang beliau tempati tidur. Namun bukan berarti manusia diperbolehkan untuk mengingkari peristiwa tersebut, sebagaimana yang dilakukan kaum kuffar saat menerima ungkapan Rasulullah sebentar setelah peristiwa tersebut terjadi. Meski sekarang manusia telah mampu menciptakan pesawat luar angkasa yang memiliki speed (kecepatan) luar biasa. kejadian tersebut memeng di luar nalar manusia. Dengan keterbatasan akal pikiran serta ilmu pengetahuan, manusia tak akan mampu menjangkaunya. Sungguh rasional memang jika kaum kuffar di zaman Nabi tidak mempercayai Isra` mi`raj tersebut tanpa di tinjau dari segi keimanan mereka. Karena saat itu kondisi sains dan perkembangan teknologi belum seperti sekarang. Namun, di era pesatnya perkembangan sain dan teknologi sekarang mestinya tidak ada lagi manusia manapun yang menafikan peristiwa maha dahsyat itu. Yang membuat orang – orang tidak mau menerima kebenaran terjadinya isra` - mi`raj adalah ketidak percayaan mereka bahwa dalang dari pada isra` adalah Allah dan rasulullah ditemani Malaikat Jibril dengan kendaraannya yaitu buroq. Buraq diibaratkan sebagai kilat dan malaikat tercipta dari nur (cahaya). Sementara, Rasul sebelum di-isra`-kan dibedah dahulu demikian ini diibaratkan sebagai suatu reaksi kimia, perubahan materi ke cahaya. Maka dari itu, peristiwa ini adalah logis. Sedang mi`raj adalah naik ke langit yang diberkahi sekelilingnya, dan di situlah beliau berubah dimensi. Sebuah dimensi yang tidak bisa kita jangkau. Layaknya makhluk Jin, dia bisa melihat kita tapi kita tidak mampu melihatnya, hanya manusia-manusia tertentu yang mampu melihatnya. Sama halnya dengan Rasul yang melihat neraka, surga, alam ruh. Itu menandakan bahwa Rasul berada di alam lain. Sedangkan Mi`raj lebih kepada dimensi metafisik. Nah, di sinilah sains dan teknologi memiliki keterbatasan-keterbatasan tertentu. Bagi umat Islam, Isra`-Mi`raj lebih kepada konsep iman dan keyakinan. Ada beberapa yang logis dalam kerangka sains-teknologi sebab sains itu berbicara masalah apa dan bagaimana sedang teknologi, untuk apa.
Apakah yang dimaksud dengan pencucian/pembedahan dada beliau itu adalah pencucian pada umumnya?
Tidak, pembedahan atau pencucian yang dialami oleh Rasul tidak terjadi sesederhana yang kita kenal selama ini. Namun, dengan pencucian tersebut, diubah bentuk jasad beliau ke dalam bentuk cahaya. Kenapa seperti itu? Sebab Rasul kan bersama Buraq dan malaikat. Buraq tadi kita ketahui bermakna kilat sementara malaikat juga tercipta dari cahaya.
Perubahan materi ke cahaya dalam istilah Kimia dikenal sebagai teori anihilasi yaitu mengubah materi ke dalam energi tertentu (cahaya). Jadi, cahaya bisa berarti dualisme gelombang. Gelombang bisa berarti materi atau bisa berarti cahaya. Dr. William Fisher dan Dr. Anna Fisher, sepasang suami-istri, membuktikan kebenaran dari peristiwa pembedahan dada Nabi Muhammad oleh dokter-dokter ahli langit yang ditunjuk oleh Allah, yaitu para malaikat yang diketuai oleh Jibril.
Namun, hal ini masih menjadi perdebatan di kalangan ahli sebab saat Rasul di-Isra`-kan dikisahkan beliau bertemu dengan kafilah-kafilah, di sini masalahnya. Apakah mungkin saat beliau berubah dalam bentuk cahaya bisa bertemu dengan kafilah? Tentu semuanya kembali kepada iman.
Lantas bagaimana menyandingkan antara iman dan akal dalam melihat/memahami Isra`-Mi`raj ini?
Untuk menambah keyakinan terhadap suatu hal membutuhkan penyelidikan dan sanalah kita temukan bahwa ada yang masuk akal dan ada yang tidak masuk akal. Hanya saja, perlu digarisbawahi bahwa landasan berpikir kita adalah iman. Cukup iman, yakin. Titik. Yang lainnya hanyalah pendukung, pendekatan lewat ilmu psikologi, saintek, semuanya hanya pelengkap yang tujuannya agar keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya bertambah. Memang ada yang tidak logis, makanya iman didahulukan. Dengan begitu, ada peningkatan Iptek (ilmu pengetahuan&teknologi) serta Imtaq (iman&taqwa)-kita
Isra` Mi`raj sebagai Rihlah Al Sama“ (Safari langit), menurut anda?
Konsep langit di dalam Al Qur`an ada dua: langit sama` dan langit samawat. Keduanya bisa dimaknai langit. Kalau langit sama` menurut sebagian ahli ialah apa yang bisa dilihat. Itu sebabnya, langit sama` lebih dekat kepada atmosfir. Orang Jawa memaknai Samak (sama`) sebagai pelindung atau sampul: “buku disampuli/ disamai.”
Sedang langit samawat itu apa? Apa juga dikatakan langit? Di sini ada beberapa ilmuwan muslim mengatakan bahwa samawat berarti dimensi. Begitulah konsep safari langit dalam arti sama` dan samawat. Sehingga yang terjadi bahwa Isra` terjadi di sama` karena masih berada dalam kerangka langit yang bisa kita saksikan. Adapun Mi`raj itu adalah samawat-nya.
Jika dapat diukur, berapakah kecepatan perjalanan Nabi Muhammad SAW saat itu, sejak perjalanan Isro’ (di bumi) hingga di angkasa luar?
Rasul berjalan mendekati kecepatan cahaya yaitu 300 juta meter per detik, rumusnya: C=3×108 m/s
Nilai-nilai apa saja yang bisa kita gali dari Isra`-Mi`raj di era globalisasi ini?
Pertama, mengapa umat Islam tertinggal jauh dalam perkembangan sains dan teknologi. Paling tidak, ada motivasi awal. Kedua, terkait kajian seorang muslim yaitu perintah shalat. Shalat sendiri banyak yang bisa kita ambil hikmah-hikmahnya.
Anda tadi menyinggung tentang shalat dalam kaitan menggali pelajaran dari Isra`-Mi`raj, nah dalam satu hadits diterangkan bahwa “Shalat merupakan Mi`raj-nya seorang mukmin,” hubungan seperti apakah antara shalat dengan Mi`raj?
Terkait hadits di atas, Mi`raj itu kan naik tanpa ada aling-aling atau tanpa hijab antara seorang hamba dengan Tuhannya. Mi`raj dalam hadits tersebut, jika dilihat dari proses dasar gerakannya, ialah mulai takbir yang berisi doa istiftah. Doa ini isinya semua adalah bagaimana perjanjian kita dengan Allah. Di sini ada dialog yang seolah-olah kita bertemu dengan Allah, ada upaya dari seorang hamba untuk meyakinkan Allah.
Lantas ruku`. Di saat ruku` itu, kepala dengan pantat itu sejajar, sama. Pantat kan tempat keluarnya kotoran dan ternyata posisi kepala saat ruku` sejajar dengan pantat. Pada saat itu wujud penghambaan kepada Allah. Belum lagi kala kita bersujud, dimana pantat berada pada posisi lebih tinggi dari mahkota (kepala) yang kita miliki. Sampai salam ke kanan dan ke kiri, di situ terkandung makna untuk hidup butuh sebuah jaminan kepada sesama hamba agar berbuat baik, tidak saling menyakiti, menghina.
Hikmah waktu-waktu shalat sendiri?
Sebagai umat Islam, ada nilai-nilai yang teramat istimewa salah satunya posisi shalat yang waktunya ditata sedemikian rupa yang sebetulnya tidak merepotkan. Di sisi lain, posisi shalat berada di jedanya kita dalam aktivitas-aktivitas kehidupan. Tubuh membutuhkan istirahat, melemaskan otot. Bahkan dalam shalat ada unsur meditasi, penghambaan, bangun subuh kita meditasi, mengingat Allah. Tapi gara-gara masalah duniawi, banyak dari kita melupakan shalat.
Apa yang perlu dilakukan oleh umat dalam peringatan isra`-mi`raj, sebab selama ini upacara peringatan tersebut masih terbatas seremonial?
Ya, kita bandingkan saja dengan kita membaca Al Qur`an. Ada yang cukup membaca, titik selesai. Jika seperti itu keadaannya maka peringatan tersebut kurang bermakna apa-apa. Membaca Al Qur`an memang mendapat pahala tapi tidak kita amalkan, tidak bermakna apa-apa.
Saya pikir, masyarakat yang memperingati Isra`-Mi`raj tidak ada salahnya Cuma hal terpenting bagi kita ya bagaimana peristiwa ini mampu menyadarkan apa tujuan Isra`-Mi`raj itu. Kemudian, mengingat pentingnya shalat sampai-sampai ibadah shalat ini Allah langsung yang sampaikan.
Jika hal tersebut bisa kita lakukan, insya Allah hal demikian akan mempertajam keimanan dan ibadah kepada Allah. Syukur-syukur ada fungsi sosialnya. Apalagi Islam itu indah, Isra` kan dekat dengan bulan Ramadhan sehingga kita bisa bersiap-siap menyambut kedatangannya lewat momentum Isra`-Mi`raj. (*)
Sama halnya semut nyangkut di tas saya, saya ajak ke Jakarta bolak-balik Jakarta-Malang kemudian semut tersebut mengatakan kepada teman-temannya, “hai baru saja aku kemarin ke Jakarta.” Bagaimana halnya jika yang bicara itu adalah Rasul. Itu konsep Isra`.
SULTAN YANG MENJADI ORANG BUANGAN
Seorang Sultan Mesir konon mengumpulkan orang orang
terpelajar, dan-seperti biasanya--timbullah pertengkaran.
Pokok masalahnya adalah Mikraj Nabi Muhammad. Dikatakan,
pada kesempatan tersebut Nabi diambil dari tempat tidurnya,
dibawa ke langit. Selama waktu itu ia menyaksikan sorga
neraka, berbicara dengan Tuhan sembilan puluh ribu kali,
mengalami pelbagai kejadian lain--dan dikembalikan ke
kamarnya sementara tempat tidurnya masih hangat. Kendi air
yang terguling karena tersentuh Nabi waktu berangkat, airnya
masih belum habis ketika Nabi turun kembali.
Beberapa orang berpendapat bahwa hal itu benar, sebab ukuran
waktu disini dan di sana berbeda. Namun Sultan menganggapnya
tidak masuk akal.
Para ulama cendikia itu semuanya mengatakan bahwa segala hal
bisa saja terjadi karena kehendak Tuhan. Hal itu tidak
memuaskan raja.
Berita perbedaan pendapat itu akhirnya didengar oleh Sufi
Syeh Shahabuddin, yang segera saja menghadap raja. Sultan
menunjukkan kerendahan hati terhadap sang guru yang berkata,
"Saya bermaksud segera saja mengadakan pembuktian.
Ketahuilah bahwa kedua tafsiran itu keliru, dan bahwa ada
faktor-faktor yang bisa ditunjukkan, yang menjelaskan cerita
itu tanpa harus mendasarkan pada perkiraan ngawur atau akal,
yang dangkal dan terbatas."
Di ruang pertemuan itu terdapat empat jendela. Sang Syeh
memerintahkan agar yang sebuah dibuka. Sultan melihat keluar
melalui jendela itu. Di pegunungan nunjauh disana terlihat
olehnya sejumlah besar perajurit menyerang, bagaikan semut
banyaknya, menuju ke istana. Sang Sultan sangat ketakutan.
"Lupakan saja, tak ada apa-apa," kata Syeh itu.
Ia menutup jendela itu lalu membukanya kembali. Kali ini tak
ada seorang perajurit pun yang tampak.
Ketika ia membuka jendela yang lain, kota yang di luar
tampak terbakar. Sultan berteriak ketakutan.
"Jangan bingung, Sultan; tak ada apa-apa," kata Syeh itu.
Ketika pintu itu ditutup lalu dibuka kembali, tak ada api
sama sekali.
Ketika jendela ketiga dibuka, terlihat banjir besar
mendekati istana. Kemudian ternyata lagi bahwa banjir itu
tak ada.
Jendela keempat dibuka, dan yang tampak bukan padang pasir
seperti biasanya, tetapi sebuah taman firdaus. Dan setelah
jendela tertutup lagi, lalu dibuka, pemandangan itu tak ada.
Kemudian Syeh meminta seember air, dan meminta Sultan
memasukkan kepalanya dalam air sesaat saja Segera setelah
Sultan melakukan itu, ia merasa berada di sebuah pantai yang
sepi, di tempat yang sama sekali tak dikenalnya, karena
kekuatan gaib Syeh itu. Sultan marah sekali dan ingin
membalas dendam.
Segera saja Sultan bertemu dengan beberapa orang penebang
kayu yang menanyakan siapa dirinya. Karena sulit menjelaskan
siapa dia sebenarnya, Sultan mengatakan bahwa ia terdampar
di pantai itu karena kapalnya pecah. Mereka memberinya
pakaian, dan iapun berjalan ke sebuah kota. Di kota itu ada
seorang tukang besi yang melihatnya gelandangan, dan
bertanya siapa dia sebenarnya. Sultan menjawab bahwa ia
seorang pedagang yang terdampar, hidupnya tergantung pada
kebaikan hati penebang kayu, dan tanpa mata pencarian.
Orang itu kemudian menjelaskan tentang kebiasaan kota
tersebut. Semua pendatang baru boleh meminang wanita yang
pertama ditemuinya, meninggalkan tempat mandi, dan dengan
syarat si wanita itu harus menerimanya. Sultan itupun lalu
pergi ke tempat mandi umum, dan di lihatnya seorang gadis
cantik keluar dari tempat itu. Ia bertanya apa gadis itu
sudah kawin: ternyata sudah. Jadi ia harus menanyakan yang
berikutnya, yang wajahnya sangat buruk. Dan yang berikutnya
lagi. Yang ke empat sungguh-sungguh molek. Katanya ia belum
kawin, tetapi ditolaknya Sultan karena tubuh dan bajunya
yang tak karuan.
Tiba-tiba ada seorang lelaki berdiri didepan Sultan katanya,
"Aku disuruh ke mari menjemput seorang yang kusut di sini.
Ayo, ikut aku."
Sultanpun mengikuti pelayan itu, dan dibawa kesebuah rumah
yang sangat indah. Ia pun duduk di salah satu ruangannya
yang megah berjam-jam lamanya. Akhirnya empat wanita cantik
dan berpakaian indah-indah masuk, mengantarkan wanita kelima
yang lebih cantik lagi. Sultan mengenal wanita itu sebagai
wanita terakhir yang ditemuinya di rumah mandi umum tadi.
Wanita itu memberinya selamat datang dan mengatakan bahwa ia
telah bergegas pulang untuk menyiapkan kedatangannya, dan
bahwa penolakannya tadi itu sebenarnya sekedar merupakan
basa-basi saja, yang dilakukan oleh setiap wanita apabila
berada di jalan.
Kemudian menyusul makanan yang lezat. Jubah yang sangat
indah disiapkan untuk Sultan, dan musik yang merdu pun
diperdengarkan.
Sultan tinggal selama tujuh tahun bersama istrinya itu:
sampai ia menghambur-hamburkan habis warisan istrinya.
Kemudian wanita itu mengatakan bahwa kini Sultanlah yang
harus menanggung hidup keduanya bersama ketujuh anaknya.
Ingat pada sahabatnya yang pertama di kota itu, Sultan pun
kembali menemui tukang besi untuk meminta nasehat. Karena
Sultan tidak memiliki kemampuan apapun untuk bekerja, ia
disarankan pergi ke pasar menjadi kuli.
Dalam sehari, meskipun ia telah mengangkat beban yang sangat
berat, ia hanya bisa mendapatkan sepersepuluh dari uang yang
dibutuhkannya untuk menghidupi keluarganya.
Hari berikutnya Sultan pergi ke pantai, dan ia sampai di
tempat pertama kali dulu ia muncul di sini, tujuh tahun yang
lalu. Ia pun memutuskan untuk sembahyang, dan mengambil air
wudhu: dan pada saat itu pula mendadak ia berada kembali di
istananya, bersama-sama dengan Syeh itu dan segenap pegawai
keratonnya.
"Tujuh tahun dalam pengasingan, hai orang jahat" teriak
Sultan. "Tujuh tahun, menghidupi keluarga, dan harus menjadi
kuli: Apakah kau tidak takut kepada Tuhan, Sang Maha Kuasa,
hingga berani melakukan hal itu terhadapku?"
"Tetapi kejadian itu hanya sesaat," kata guru Sufi tersebut,
"yakin waktu Baginda mencelupkan wajah ke air itu."
Para pegawai keraton membenarkan hal itu.
Sultan sama sekali tidak bisa mempercayai sepatah katapun.
Ia segera saja memerintahkan memenggal kepala Syeh itu.
Karena merasa bahwa hal itu akan terjadi? Syeh pun
menunjukkan kemampuannya dalam Ilmu Gaib (Ilm el-Ghaibat).
Iapun segera lenyap dari istana tiba-tiba berada di
Damaskus, yang jaraknya berhari-hari dari istana itu.
Dari kota itu ia menulis surat kepada Sultan:
"Tujuh tahun berlalu bagi tuan, seperti yang telah tuan
rasakan sendiri; padahal hanya sesaat saja wajah tuan
tercelup di air. Hal tersebut terjadi karena adanya
kekuatan-kekuatan tertentu, yang hanya dimaksudkan untuk
membuktikan apa yang bisa terjadi. Bukankah menurut kisah
itu, tempat tidur Nabi masih hangat dan kendi air itu belum
habis isinya?
Yang penting bukanlah terjadi atau tidaknya peristiwa itu.
Segalanya mungkin terjadi. Namun, yang penting adalah makna
kenyataan itu. Dalam hal tuan, tak ada makna sama sekali.
Dalam hal Nabi, peristiwa itu mengandung makna."
Catatan
Dinyatakan, setiap ayat dalam Quran memiliki tujuh arti,
masing-masing sesuai untuk keadaan pcmbaca atau
pendengarnya.
Kisah ini, seperti macam lain yang banyak beredar di
kalangan Sufi, menekankan nasehat Muhammad, "Berbicaralah
kepada setiap orang sesuai dengan taraf pemahamannya."
Metode Sufi, menurut Ibrahim Khawas, adalah: "Tunjukkan hal
yang tak diketahui sesuai dengan cara-cara yang 'diketahui'
khalayak."
Versi ini berasal dari naskah bernama Hu-Nama "Buku Hu"
dalam kumpulan Nawab Sardhana, bertahun 1596.
ISRA`MI`RAJ, sebagai sebuah peristiwa metafisika (gaib), barangkali bukan sesuatu yang istimewa. Kebenarannya bukanlah sesuatu yang luarbiasa. Kebenaran metafisika adalah kebenaran naqliyah (: dogmatis) yang tidak harus dibuktikan secara akal, namun lebih bersifat imani. Valid tidaknya kebenaran peristiwa metafisika—secara akal, bukanlah soal selagi ia diimani.
Namun, Isra` Mi`raj bukanlah peristiwa metafisika. Ia adalah peristiwa fisika (: nyata; badaniah) yang dialami dan dijalani Nabi Muhammad saw dengan segenap kesadaran inderawinya, sebagaimana diterangkan dalam Alqur`an surat Al-isra` ayat 1 dan Annajm ayat 13.
Maka, sebagai peristiwa fisika, Isra` Mi`raj adalah sesuatu yang istimewa. Kebenaran Isra` Mi`raj adalah kebenaran yang luarbiasa. Keistimewaan ataupun keluarbiasaan tersebut, tidak lain karena pemberontakannya pada tradisi. Kebenaran Isra` Mi`raj adalah kebenaran inkonvensional.
Maka, wajar kiranya, jika banyak orang pun mempertanyakan (meragukan?) ke-shahih-an Isra` Mi`raj tersebut. Menganggap Isra` Mi`raj sebagai sesuatu yang mengada-ada dan dongeng Nabi belaka.
Toh, Isra` Mi`raj bukanlah cerita rekaan ataupun dongeng Nabi. Isra` Mi`raj adalah sebuah firman Ilahi dan, firman Ilahi tetaplah sebuah kebenaran. Kebenaran hakiki dan mutlak yang tidak dapat diganggu-gugat. Meski ia berseberangan dengan tradisi ilmu pengetahuan. Meski ia bertentangan dengan akal nalar manusia.
Albert Einstein
Maka, bukan suatu kebetulan kiranya, jika kemudian Allah ciptakan seorang manusia bernama Albert Einstein, ilmuwan berbangsa Yahudi (bangsa yang sejak awal `menentang` Islam), yang kelak dengan teorinya, kebenaran Isra` Mi`raj menjadi nyata adanya.
Lahir di Jerman tanggal 14 Maret 1879 dan meninggal di Amerika Serikat tanggal 16 April 1955. Sebagai ilmuwan, Einstein telah menghabiskan lebih dari separuh hidupnya untuk menerobos dan membabat kelebatan dan kepekatan hutan ilmu pengetahuan. Dengan dedikasi dan vitalitasnya yang tinggi, iapun dapat membukakan jalan pencerahan bagi banyak orang. Ia telah menyumbangkan pikiran-pikirannya yang begitu berharga. Menyumbangkan teori-teorinya yang dapat memecahkan banyak teka-teki dan persoalan yang selama ini menyelimuti kehidupan.
Teori Relativitas
Satu dari sekian teorinya, adalah tentang relativitas. Sebuah teori yang mengupas hakikat alam semesta sebagai suatu susunan terpadu di mana segala yang ada di dalamnya, dengan kemajemukan dan keberagamannya, tunduk pada satu hukum universal, dengan kecepatan cahaya sebagai konstanta bandingnya. Sebuah teori yang, kelak melahirkan pula teori (ide) tentang bom atom yang begitu mengerikan itu.
Dalam teorinya itu, Einstein menerangkan bahwa tidak ada sesuatu yang mutlak dalam kehidupan ini. Segala sesuatu relatif dalam gerak dan kedudukannya. Sebuah bola yang bulat, suatu saat akan dapat berubah pipih. Begitu pun penggaris yang panjang, pada saat yang berbeda dapat mengerut, pendek. Sebuah benda yang berbobot ringan di satu saat, dapat menjadi berat atau tidak berbobot sama sekali di saat-saat lainnya. Jarum jam yang bergerak cepat mengukur waktu, ada kalanya menjadi lambat bahkan pada satu titik masa, berhenti sama sekali. Juga jantung yang berdenyut menandai usia, dapat mengalami kelambatan hingga usia pun berjalan lebih lambat dari yang semestinya.
Einstein merumuskan teorinya dalam sebuah persamaan:
t' = waktu benda yang bergerak
t = waktu benda yang diam
v = kecepatan benda
c = kecepatan cahaya
Diterangkan bahwa perbandingan nilai kecepatan suatu benda dengan kecepatan cahaya, akan berpengaruh pada keadaan benda tersebut. Semakin dekat nilai kecepatan suatu benda (v) dengan kecepatan cahaya (c), semakin besar pula efek yang dialaminya (t`): perlambatan waktu. Hingga ketika kecepatan benda menyamai kecepatan cahaya (v=c), benda itu pun sampai pada satu keadaan nol. Demikian, namun jika kecepatan benda dapat melampaui kecepatan cahaya (v>c), keadaan pun berubah. Efek yang dialami bukan lagi perlambatan waktu, namun sebaliknya.
Pada awalnya, teori Relativitas itu pun mendapat banyak tentangan. Seperti halnya Nabi saat memberitakan Isra` Mi`raj, Einstein saat mengumumkan teori tersebut, banyak dicemooh bahkan dianggap tidak waras karena, sebagaimana juga Isra` Mi`raj, teorinya itu pun telah menentang tradisi yang selama ini dianut dan dielu-elukan. Relativitas telah menolak kemutlakan ukuran bahwa semua benda selalu dalam keadaan tetap, tidak pernah berubah. Sebuah bola akan tetap bulat, sebuah penggaris akan tetap panjang, usia akan tetap berlari menua, bagaimanapun kondisinya.
Namun ketika laboratorium kemudian dapat menemukan gejala yang sama sebagaimana terurai dalam Relativitas, segera teori itu pun memperoleh kedudukannya yang semestinya sebagai sebuah kebenaran.
Studi tentang sinar kosmis, merupakan satu pembuktian.
Didapati bahwa di antara partikel-partikel yang dihasilkan dari persingungan partikel-partikel sinar kosmis yang utama dengan inti-inti atom Nitrogen dan Oksigen di lapisan Atmosfer atas, jauh ribuan meter di atas permukaan bumi, yaitu partikel Mu Meson (Muon), itu dapat mencapai permukaan bumi. Padahal partikel Muon ini mempunyai paruh waktu (half-life) sebesar dua mikro detik yang artinya dalam dua perjuta detik, setengah dari massa Muon tersebut akan meleleh menjadi elektron. Dan dalam jangka waktu dua perjuta detik, satu partikel yang bergerak dengan kecepatan cahaya (± 300.000 km/dt) sekalipun paling-paling hanya dapat mencapai jarak 600 m. padahal jarak ketinggian Atmosfer di mana Muon terbentuk, dari permukaan bumi, adalah 20.000 m yang mana dengan kecepatan cahaya hanya dapat dicapai dalam jangka minimal 66 mikro-detik.
Lalu, bagaimana Muon dapat melewati kemustahilan itu?
Ternyata, selama bergerak dengan kecepatannya yang tinggi—mendekati kecepatan cahaya, partikel Muon mengalami efek sebagaimana diterangkan teori Relativitas, yaitu perlambatan waktu.
Kebenaran Isra` Mi`raj
Demikianlah Relativitas telah dapat membuktikan kebenarannya. Menyingkap kebenaran-kebenaran yang selama ini tersembunyi di balik keruwetan dan arogansi ilmu pengetahuan. Termasuk, kebenaran Isra` Mi`raj.
Sebagaimana diterangkan di depan, ketika sebuah benda bergerak dengan kecepatan mendekati kecepatan cahaya, seperti halnya partikel Muon, benda itu akan mengalami efek perlambatan waktu. Seseorang yang meluncur ke angkasa dengan pesawat yang berkecepatan mendekati kecepatan cahaya, maka ia akan mengalami pertambahan usia yang lebih lambat dari yang semestinya di bumi. Ketika kembali ke bumi ia akan mendapati bumi telah begitu tuanya sedang dirinya hanya bertambah beberapa waktu saja. Ia telah terlempar ke masa depan. Namun jika kecepatannya ditambahkan hingga melampaui batas kecepatan cahaya, yang akan dialaminya bukanlah perlambatan waktu, namun sebaliknya. Ketika kembali ke bumi, bukan masa depan yang didapatinya. Namun, ia kembali ke masa lalu. Ia telah menjadi penziarah masa lalu.
Dan, inilah yang telah direfleksikan buraq, hewan sejenis kuda bersayap sebagai kendaraan Nabi saat melakukan perjalanan Isra`. Ketika memulai perjalanan yaitu dari Masjid Alharam (Mekkah), dengan daya kecepatan buraq (v>c), Nabi tidaklah mengarah ke masa depan. Namun kembali ke masa lalu. Dan, melewati masa lalu itulah Nabi memberangkatkan perjalanannya. Hingga, seiring guliran-guliran waktu perjalanan itu, perjalannpun melaju ke titik waktu saat mana beliau baru memulai. Hingga, kesan yang ada pun seolah-olah Nabi melakukan perjalanan Isra` Mi`raj hanyalah sesaat. Padahal, hakikatnya, beliau pun menjalani Isra` Mi`raj, berdasarkan `perhitungan` waktu pribadinya, lazimnya perjalanan-perjalanan sejenis lainnya dengan menghabiskan waktu berjam-jam atau berhari-hari atau bahkan lebih.
Demikianlah, Allah memang senantiasa memfirmankan kebenaran. Dan, firman-firman Allah memang senantiasa benar adanya. Meski terkadang akal & logika kita sangat sulit untuk menjangkaunya.
Shadaqallahul-adzim.
Senin, 14 November 2011
Madrasah, Menanti Fajar Menyingsing (bag. 3)
MADRASAH DAN ISLAM DI INDONESIA : Sebuah Kajian Awal (bagian 2)
MADRASAH DAN ISLAM DI INDONESIA : Sebuah Kajian Awal (bagian 3)
MADRASAH DAN ISLAM DI INDONESIA : Sebuah Kajian Awal (bagian 4)
Madrasah Diniyah Sebagai Representasi Pendidikan Berbasis Masyarakat
Madrasah oh Madrasah
Dunia Guru, Madrasah dan Tulisan Sekedar
Jumat, 11 November 2011
Kamis, 10 November 2011
Peristiwa 10 November
Peristiwa 10 November
Pertempuran Surabaya | |||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Bagian dari Perang Kemerdekaan Indonesia | |||||||
Tentara India Britania menembaki penembak runduk Indonesia di balik tank Indonesia yang terguling dalam pertempuran di Surabaya, November 1945. |
|||||||
|
|||||||
Pihak yang terlibat | |||||||
Indonesia | Britania Raya Belanda |
||||||
Komandan | |||||||
Bung Tomo | Brigjen A. W. S. Mallaby † Mayjen Robert Mansergh |
||||||
Kekuatan | |||||||
20,000 tentara 100,000 sukarelawan[1] |
30,000 (puncak)[1] didukung tank, pesawat tempur, dan kapal perang |
||||||
Jumlah korban | |||||||
6,000[2] - 16,000[1] tewas | 600[3] - 2,000[1] tewas |
Pertempuran Surabaya merupakan peristiwa sejarah perang antara pihak tentara Indonesia dan pasukan Belanda. Peristiwa besar ini terjadi pada tanggal 10 November 1945 di Kota Surabaya, Jawa Timur. Pertempuran ini adalah perang pertama pasukan Indonesia dengan pasukan asing setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan satu pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme. [2]
Daftar isi[sembunyikan] |
[sunting] Kronologi penyebab peristiwa
[sunting] Kedatangan Tentara Jepang ke Indonesia
Tanggal 1 Maret 1942, tentara Jepang mendarat di Pulau Jawa, dan tujuh hari kemudian tanggal 8 Maret 1942, pemerintah kolonial Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang berdasarkan Perjanjian Kalijati. Setelah penyerahan tanpa syarat tesebut, Indonesia secara resmi diduduki oleh Jepang.
[sunting] Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Tiga tahun kemudian, Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu setelah dijatuhkannya bom atom (oleh Amerika Serikat) di Hiroshima dan Nagasaki. Peristiwa itu terjadi pada bulan Agustus 1945. Dalam kekosongan kekuasaan asing tersebut, Soekarno kemudian memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
[sunting] Kedatangan Tentara Inggris & Belanda
Setelah kekalahan pihak Jepang, rakyat dan pejuang Indonesia berupaya melucuti senjata para tentara Jepang. Maka timbullah pertempuran-pertempuran yang memakan korban di banyak daerah. Ketika gerakan untuk melucuti pasukan Jepang sedang berkobar, tanggal 15 September 1945, tentara Inggris mendarat di Jakarta, kemudian mendarat di Surabaya pada tanggal 25 Oktober 1945. Tentara Inggris datang ke Indonesia tergabung dalam AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) atas keputusan dan atas nama Blok Sekutu, dengan tugas untuk melucuti tentara Jepang, membebaskan para tawanan perang yang ditahan Jepang, serta memulangkan tentara Jepang ke negerinya. Namun selain itu tentara Inggris yang datang juga membawa misi mengembalikan Indonesia kepada administrasi pemerintahan Belanda sebagai negeri jajahan Hindia Belanda. NICA (Netherlands Indies Civil Administration) ikut membonceng bersama rombongan tentara Inggris untuk tujuan tersebut. Hal ini memicu gejolak rakyat Indonesia dan memunculkan pergerakan perlawanan rakyat Indonesia di mana-mana melawan tentara AFNEI dan pemerintahan NICA.
[sunting] Insiden di Hotel Yamato, Tunjungan, Surabaya
Setelah munculnya maklumat pemerintah Indonesia tanggal 31 Agustus 1945 yang menetapkan bahwa mulai 1 September 1945 bendera nasional Sang Saka Merah Putih dikibarkan terus di seluruh wilayah Indonesia, gerakan pengibaran bendera tersebut makin meluas ke segenap pelosok kota Surabaya. Klimaks gerakan pengibaran bendera di Surabaya terjadi pada insiden perobekan bendera di Yamato Hoteru / Hotel Yamato (bernama Oranje Hotel atau Hotel Oranye pada zaman kolonial, sekarang bernama Hotel Majapahit) di Jl. Tunjungan no. 65 Surabaya.
Sekelompok orang Belanda di bawah pimpinan Mr. W.V.Ch. Ploegman pada sore hari tanggal 18 September 1945, tepatnya pukul 21.00, mengibarkan bendera Belanda (Merah-Putih-Biru), tanpa persetujuan Pemerintah RI Daerah Surabaya, di tiang pada tingkat teratas Hotel Yamato, sisi sebelah utara. Keesokan harinya para pemuda Surabaya melihatnya dan menjadi marah karena mereka menganggap Belanda telah menghina kedaulatan Indonesia, hendak mengembalikan kekuasan kembali di Indonesia, dan melecehkan gerakan pengibaran bendera Merah Putih yang sedang berlangsung di Surabaya.
Tak lama setelah mengumpulnya massa di Hotel Yamato, Residen Soedirman, pejuang dan diplomat yang saat itu menjabat sebagai Wakil Residen (Fuku Syuco Gunseikan) yang masih diakui pemerintah Dai Nippon Surabaya Syu, sekaligus sebagai Residen Daerah Surabaya Pemerintah RI, datang melewati kerumunan massa lalu masuk ke hotel Yamato dikawal Sidik dan Hariyono. Sebagai perwakilan RI dia berunding dengan Mr. Ploegman dan kawan-kawannya dan meminta agar bendera Belanda segera diturunkan dari gedung Hotel Yamato. Dalam perundingan ini Ploegman menolak untuk menurunkan bendera Belanda dan menolak untuk mengakui kedaulatan Indonesia. Perundingan berlangsung memanas, Ploegman mengeluarkan pistol, dan terjadilah perkelahian dalam ruang perundingan. Ploegman tewas dicekik oleh Sidik, yang kemudian juga tewas oleh tentara Belanda yang berjaga-jaga dan mendengar letusan pistol Ploegman, sementara Soedirman dan Hariyono melarikan diri ke luar Hotel Yamato. Sebagian pemuda berebut naik ke atas hotel untuk menurunkan bendera Belanda. Hariyono yang semula bersama Soedirman kembali ke dalam hotel dan terlibat dalam pemanjatan tiang bendera dan bersama Koesno Wibowo berhasil menurunkan bendera Belanda, merobek bagian birunya, dan mengereknya ke puncak tiang bendera kembali sebagai bendera Merah Putih.
Setelah insiden di Hotel Yamato tersebut, pada tanggal 27 Oktober 1945 meletuslah pertempuran pertama antara Indonesia melawan tentara Inggris . Serangan-serangan kecil tersebut di kemudian hari berubah menjadi serangan umum yang banyak memakan korban jiwa di kedua belah pihak Indonesia dan Inggris, sebelum akhirnya Jenderal D.C. Hawthorn meminta bantuan Presiden Sukarno untuk meredakan situasi.
[sunting] Kematian Brigadir Jenderal Mallaby
Setelah gencatan senjata antara pihak Indonesia dan pihak tentara Inggris ditandatangani tanggal 29 Oktober 1945, keadaan berangsur-angsur mereda. Walaupun begitu tetap saja terjadi bentrokan-bentrokan bersenjata antara rakyat dan tentara Inggris di Surabaya. Bentrokan-bentrokan bersenjata di Surabaya tersebut memuncak dengan terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, (pimpinan tentara Inggris untuk Jawa Timur), pada 30 Oktober 1945 sekitar pukul 20.30. Mobil Buick yang ditumpangi Brigadir Jenderal Mallaby berpapasan dengan sekelompok milisi Indonesia ketika akan melewati Jembatan Merah. Kesalahpahaman menyebabkan terjadinya tembak menembak yang berakhir dengan tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby oleh tembakan pistol seorang pemuda Indonesia yang sampai sekarang tak diketahui identitasnya, dan terbakarnya mobil tersebut terkena ledakan granat yang menyebabkan jenazah Mallaby sulit dikenali. Kematian Mallaby ini menyebabkan pihak Inggris marah kepada pihak Indonesia dan berakibat pada keputusan pengganti Mallaby, Mayor Jenderal Eric Carden Robert Mansergh untuk mengeluarkan ultimatum 10 November 1945 untuk meminta pihak Indonesia menyerahkan persenjataan dan menghentikan perlawanan pada tentara AFNEI dan administrasi NICA.
[sunting] Perdebatan tentang pihak penyebab baku tembak
Tom Driberg, seorang Anggota Parlemen Inggris dari Partai Buruh Inggris (Labour Party). Pada 20 Februari 1946, dalam perdebatan di Parlemen Inggris (House of Commons) meragukan bahwa baku tembak ini dimulai oleh pasukan pihak Indonesia. Dia menyampaikan bahwa peristiwa baku tembak ini disinyalir kuat timbul karena kesalahpahaman 20 anggota pasukan India pimpinan Mallaby yang memulai baku tembak tersebut tidak mengetahui bahwa gencatan senjata sedang berlaku karena mereka terputus dari kontak dan telekomunikasi. Berikut kutipan dari Tom Driberg:
"... Sekitar 20 orang (serdadu) India (milik Inggris), di sebuah bangunan di sisi lain alun-alun, telah terputus dari komunikasi lewat telepon dan tidak tahu tentang gencatan senjata. Mereka menembak secara sporadis pada massa (Indonesia). Brigadir Mallaby keluar dari diskusi (gencatan senjata), berjalan lurus ke arah kerumunan, dengan keberanian besar, dan berteriak kepada serdadu India untuk menghentikan tembakan. Mereka patuh kepadanya. Mungkin setengah jam kemudian, massa di alun-alun menjadi bergolak lagi. Brigadir Mallaby, pada titik tertentu dalam diskusi, memerintahkan serdadu India untuk menembak lagi. Mereka melepaskan tembakan dengan dua senapan Bren dan massa bubar dan lari untuk berlindung; kemudian pecah pertempuran lagi dengan sungguh gencar. Jelas bahwa ketika Brigadir Mallaby memberi perintah untuk membuka tembakan lagi, perundingan gencatan senjata sebenarnya telah pecah, setidaknya secara lokal. Dua puluh menit sampai setengah jam setelah itu, ia (Mallaby) sayangnya tewas dalam mobilnya-meskipun (kita) tidak benar-benar yakin apakah ia dibunuh oleh orang Indonesia yang mendekati mobilnya; yang meledak bersamaan dengan serangan terhadap dirinya (Mallaby).
Saya pikir ini tidak dapat dituduh sebagai pembunuhan licik... karena informasi saya dapat secepatnya dari saksi mata, yaitu seorang perwira Inggris yang benar-benar ada di tempat kejadian pada saat itu, yang niat jujurnya saya tak punya alasan untuk pertanyakan ... " [4]
[sunting] Ultimatum 10 November 1945
Setelah terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, penggantinya, Mayor Jenderal Robert Mansergh mengeluarkan ultimatum yang menyebutkan bahwa semua pimpinan dan orang Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkan senjatanya di tempat yang ditentukan dan menyerahkan diri dengan mengangkat tangan di atas. Batas ultimatum adalah jam 6.00 pagi tanggal 10 November 1945.
Ultimatum tersebut kemudian dianggap sebagai penghinaan bagi para pejuang dan rakyat yang telah membentuk banyak badan-badan perjuangan / milisi. Ultimatum tersebut ditolak oleh pihak Indonesia dengan alasan bahwa Republik Indonesia waktu itu sudah berdiri, dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) juga telah dibentuk sebagai pasukan negara. Selain itu, banyak organisasi perjuangan bersenjata yang telah dibentuk masyarakat, termasuk di kalangan pemuda, mahasiswa dan pelajar yang menentang masuknya kembali pemerintahan Belanda yang memboncengi kehadiran tentara Inggris di Indonesia.
Pada 10 November pagi, tentara Inggris mulai melancarkan serangan berskala besar, yang diawali dengan pengeboman udara ke gedung-gedung pemerintahan Surabaya, dan kemudian mengerahkan sekitar 30.000 infanteri, sejumlah pesawat terbang, tank, dan kapal perang.
Inggris kemudian membombardir kota Surabaya dengan meriam dari laut dan darat. Perlawanan pasukan dan milisi Indonesia kemudian berkobar di seluruh kota, dengan bantuan yang aktif dari penduduk. Terlibatnya penduduk dalam pertempuran ini mengakibatkan ribuan penduduk sipil jatuh menjadi korban dalam serangan tersebut, baik meninggal maupun terluka.
Di luar dugaan pihak Inggris yang menduga bahwa perlawanan di Surabaya bisa ditaklukkan dalam tempo tiga hari, para tokoh masyarakat seperti pelopor muda Bung Tomo yang berpengaruh besar di masyarakat terus menggerakkan semangat perlawanan pemuda-pemuda Surabaya sehingga perlawanan terus berlanjut di tengah serangan skala besar Inggris.
Tokoh-tokoh agama yang terdiri dari kalangan ulama serta kyai-kyai pondok Jawa seperti KH. Hasyim Asy'ari, KH. Wahab Hasbullah serta kyai-kyai pesantren lainnya juga mengerahkan santri-santri mereka dan masyarakat sipil sebagai milisi perlawanan (pada waktu itu masyarakat tidak begitu patuh kepada pemerintahan tetapi mereka lebih patuh dan taat kepada para kyai) shingga perlawanan pihak Indonesia berlangsung lama, dari hari ke hari, hingga dari minggu ke minggu lainnya. Perlawanan rakyat yang pada awalnya dilakukan secara spontan dan tidak terkoordinasi, makin hari makin teratur. Pertempuran skala besar ini mencapai waktu sampai tiga minggu, sebelum seluruh kota Surabaya akhirnya jatuh di tangan pihak Inggris.
Setidaknya 6,000 - 16,000 pejuang dari pihak Indonesia tewas dan 200,000 rakyat sipil mengungsi dari Surabaya. [2]. Korban dari pasukan Inggris dan India kira-kira sejumlah 600 - 2000 tentara. [3] Pertempuran berdarah di Surabaya yang memakan ribuan korban jiwa tersebut telah menggerakkan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia untuk mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan. Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat sipil yang menjadi korban pada hari 10 November ini kemudian dikenang sebagai Hari Pahlawan oleh Republik Indonesia hingga sekarang.