NEVER FORGET TO SAY LAILAHA ILLOH

BANGUNAN ASAL MADRASAH DARUN NAJAH YANG MASIH KOKOH SEJAK TAHUN 1973

Rabu, 21 Maret 2012

MACAM-MACAM IBADAH

1.    Do’a

Firman Allah ta’ala:
 “Dan Tuhanmu berfirman: "Berdo’alah kepada-Ku niscaya akan Ku perkenankan bagimu". Sesungguhnya, orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.”(QS. Ghafir: 60).
Dan diriwayatkan dalam hadits:
Do’a itu adalah sari ibadah  ( Hadits riwayat At-Tirmizi dalam Al-Jami’ Ash-Shahih, kitab -Da’awat, bab I ).
Maksud hadits ini ialah bahwa segala macam ibadah, baik yang umum maupun yang khusus, yang dilakukan seorang mu’min (seperti: mencari nafkah yang halal untuk keluarga, menyantuni anak yatim dll) mesti diiringi dengan permohonan ridha Allah dan pengharapan balasan ukhrawi. Oleh karena itu do’a (permohonan dan pengharapan tersebut) disebut oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai sari atau otak ibadah, karena senantiasa harus mengiringi gerak ibadah.

2.    Khauf (takut)

Firman Allah ta’ala:
 “Karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (QS. Ali Imran: 175).

3.    Raja’ (pengharapan)

Firman Allah ta’ala:
 “Untuk itu, barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya.” (QS.  Al-Kahfi: 110).

4.    Tawakkal (berserah diri)

Firman Allah ta’ala:
              
"Dan hanya kepada Allah hendaklah kamu bertawakkal, jika kamu benar-banar orang yang beriman.” (QS.  Al-Maidah: 23).
Dan juga firman-Nya:
 “Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya.” (QS.  Ath-Thalaq: 3).

5.    Raghbah (penuh minat), rahbah (cemas) dan khusyu’ (tunduk)

Firman Allah ta’ala:
 “Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdo’a kepada Kami dengan harap (kepada rahmat Kami) dan cemas (akan siksa Kami), dan mereka adalah orang-orang yang khusyu' kepada Kami.” (QS. Al-Anbiya’: 90).

6.    Khasy-yah (takut)

Firman Allah ta’ala:
 “Maka janganlah kamu takut kepada mereka, dan takutlah kepada-Ku.” (QS.  Al-Baqarah: 150).

7.    Inabah (kembali kepada Allah)

Firman Allah ta’ala:
 “Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu dan  berserah dirilah kepada-Nya (dengan mentaati perintah-Nya) sebelum datang azab kepadamu, kemudian kamu tidak  dapat di tolong lagi.” (QS. Az-Zumar: 54).

8.    Isti’anah (memohon pertolongan)

Firman Allah ta’ala:
 “Hanya kepada Engkau-lah kami menyembah dan hanya kepada Engkau-lah kami mohon pertolongan.” (QS. Al-Fatihah: 4).
Dan diriwayatkan dalam hadits:
Apabila kamu memohon pertolongan, maka mohonlah pertolongan kepada Allah”  ( Hadits riwayat At-Tirmizi dalam Al-Jami’ Ash-Shahih, kitab Syafa'at Al-Qiyamah War-Raqaiq Wal-Wara’, bab 59. dan riwayat Imam Ahmad Musnad, jillid I, hal. 293, 303, 307. ) .

9.    Isti’adzah (memohon perlindungan)

Firman Allah ta’ala:
          
 “Katakanlah: Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai subuh.” (QS. Al-Falaq: 1).
 “Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan Manusia, Raja manusia.” (QS.  An-Nas: 1-2).

10.    Istighatsah (memohon pertolongan untuk dimenangkan atau diselamatkan)

Firman Allah ta’ala:
 “(Ingatlah) ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu untuk dimenangkan (atas kaum musyrikin), lalu diperkenankan-Nya bagimu.” (QS.  Al-Anfal: 9).

11.    Dzabh (menyembelih)

Firman Allah ta’ala:
Katakanlah: "Sesungguhnya shalatku, ibadatku (sembelihanku), hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya. Dan demikianlah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama berserah diri (kepada Allah).” (QS.Al-An’am : 162-163).
Dan dalil dari sunnah:                                                                                 
Allah melaknat orang yang menyembelih (binatang) bukan karena Allah” ( Hadits riwayat Muslim dalam Shahihnya, kitab Al-Adhahi, bab 8. dan riwayat Imam Ahmad dalam Al-Musnad, jilid 1, hal. 108 dan 152 ).

12.    Nadzar

Firman Allah ta’ala:
 “Mereka menunaikan nadzar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana.” (QS.  Al-Insan: 7).

Dalil - dalil Rukun Islam

Firman Allah ta’ala:
 “Allah menyatakan bahwasannya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. (juga menyatakan yang demikian itu) para Malaikat dan orang-orang yang berilmu. Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS.  Ali-Imran: 18).
“Laa Ilaaha Illallah”, artinya: tiada sesembahan yang haq selain Allah.
Syahadat ini mengandung dua unsur, yaitu meniadakan dan menetapkan. “La Ilaaha”, adalah meniadakan segala bentuk sesembahan selain Allah, “Illallah”, adalah menetapkan bahwa ibadah (penghambaan) itu hanya untuk Allah semata, tiada sesuatu apapun yang boleh dijadikan sekutu di dalam ibadah kepada-Nya, sebagaimana tiada sesuatu apapun yang boleh dijadikan sekutu di dalam kakuasaan-Nya.
Tafsir makna syahadat tersebut diperjelas oleh firman Allah ta’ala:
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: "Sesungguhnya aku tidak bertanggung-jawab terhadap apa yang kamu sembah, tetapi aku menyembah Tuhan yang telah menjadikanku, karena sesungguhnya Dia akan memberi hidayah kepadaku". Dan (Ibrahim) menjadikan kalimat tauhid itu kalimat yang kekal pada keturunannya supaya mereka kembali kepada kalimat tauhid itu.” (QS. Az-Zukhruf: 26-28).
Dan firman Allah ta’ala:
 “Katakanlah (Muhammad): "Hai Ahli Kitab! Marilah berpegang teguh kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah". Jika mereka berpaling, maka katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).” (QS.  Ali Imran: 64).
Adapun dalil syahadat bahwa Muhammad itu Rasulullah, adalah firman Allah ta’ala:
“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasih lagi penyayang terhadap orang-orang yang mukmin.” (QS. At-Taubah: 128).
Syahadat bahwa Muhammad adalah Rasulullah, berarti: mentaati apa yang diperintahkannya, membenarkan apa yang diberitakannya, menjauhi apa yang dilarang serta dicegahnya, dan beribadah kepada Allah dengan apa yang disyari'atkannya.

Dalil shalat, zakat dan tafsir kalimat tauhid:
Firman Allah ta'ala:
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah, dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya dalam (menjalankan agama) dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Dan yang demikian itulah agama yang lurus.”   (QS.  Al-Bayyinah: 5).
Dalil shiyam:
Firman Allah ta’ala:
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183).

Dalil haji:
Firman Allah ta’ala:
Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Dan barangsiapa yang mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS.  Ali Imran: 97)

Mengenal Islam

Islam, ialah berserah diri kepada Allah dengan tauhid dan tunduk kepada-Nya dengan  penuh kepatuhan pada segala perintah-Nya serta menyelamatkan diri dari perbuatan syirik dan orang-orang yang berbuat syirik.
Dan agama Islam, dalam pengertian tersebut mempunyai tiga tingkatan, yaitu: Islam, Iman dan Ihsan; masing-masing tingkatan ada rukun-rukunnya.

Tingkatan Pertama: Islam.

Adapun tingkatan Islam, rukunnya ada lima:
  1.  Syahadat (pengakuan dengan hati dan lisan) bahwa: “Laa Ilaaha Illallaah – Muhammad Rasulullah” (Tiada sesembahan yang haq selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah).
  2. Mendirikan shalat.
  3. Menunaikan zakat.
  4. Puasa pada bulan Ramadhan.
  5. Dan Haji ke Baitullah Al-Haram.

Tingkatan kedua: Iman.

Iman itu lebih dari tujuh puluh cabang. Cabang yang paling tinggi ialah syahadat. “La Ilaha Illallah”, sedang cabang yang paling rendah ialah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan sifat malu adalah salah satu cabangnya iman.
Rukun iman ada enam yaitu:
  1. Iman kepada Allah.
  2. Iman kepada para Malaikat-Nya.
  3. Iman kepada kitab-kitab-Nya.
  4. Iman kepada para Rasul-Nya.
  5. Iman kepada hari akhirat.
  6. Iman kepada qadar  ( ), yang baik maupun yang buruk.
Dalil keenam rukun ini, firman Allah ta’ala:
 “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malalikat, kitab-kitab dan Nabi-Nabi…” (QS.Al-Baqarah: 177).
Dan firman Allah ta’ala:
Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran (takdir).” (QS. Al-Qamar: 49).

Tingkatan ketiga: Ihsan.

Ihsan, rukunnya hanya satu, yaitu:
“Beribadahlah kepada Allah dalam keadaan seakan-akan kamu melihat-Nya. Jika kamu tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.”
Dalilnya, firman Allah ta’ala:
 “Sesunggunya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. An-Nahl:128).
Dan bertawakkallah kepada (Allah) Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang, Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk shalat) dan (melihat) pula perubahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud. Sesungguhnya Dia adalah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS.  Asy-syuaraa’: 217-220).                           
Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al-Qur’an dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya…”. (QS.  Yunus: 61).

Mengenal Nabi saw secara Singkat Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam


Beliau adalah Muhammad bin Abdullah, bin Abdul Mutthalib, bin Hasyim. Hasyim adalah termasuk suku Quraisy, suku Quraisy termasuk bangsa Arab, sedang bangsa Arab termasuk keturunan Nabi Ismail, putera Nabi Ibarahim Al-Khalil. Semoga Allah melimpahkan kepadanya dan  kepada Nabi kita sebaik-baik shalawat dan salam.
Beliau berumur 63 tahun; diantaranya 40 tahun sebelum beliau menjadi Nabi dan 23 tahun sebagai Nabi serta Rasul.
Beliau diangkat sebagai Nabi dengan “Iqra” ( )dan diangkat sebagai Rasul dengan surah “Al- Mudatssir.”
Tempat asal beliau adalah Makkah. Beliau diutus oleh Allah untuk menyampaikan peringatan untuk menjauhi syirik dan mengajak kepada tauhid. Firman Allah ta’ala:
Wahai orang yang berkemul (berselimut)! Bangunlah, lalu sampaikanlah peringatan. Dan Tuhanmu agungkanlah. Dan pakaianmu bersihkanlah. Dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah. Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah)  Tuhanmu bersabarlah.” (QS. Al-Mudatstsir:1-7).
Pengertian:
“Sampaikanlah peringatan”, ialah: menyampaikan peringatan untuk menjauhi syirik dan mengajak kepada tauhid.
“Tuhanmu Agungkanlah”: agungkanlah Ia dengan berserah diri dan beribadah kepada-Nya semata.
“Dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah”, artinya: jauhkan serta bebaskan dirimu darinya dan orang-orang yang memujanya.
Beliaupun melaksanakan perintah ini dengan tekun dan gigih selama sepuluh tahun, mengajak kepada tauhid. Setelah sepuluh tahun itu, beliau dimi’rajkan (diangkat naik) ke atas langit dan disyari’atkan kepada beliau shalat lima waktu. Beliau melakukan shalat di Makkah selama tiga tahun. Kemudian, sesudah itu, beliau diperintahkan untuk berhijrah ke Madinah.
Hijrah, pengertiannya, ialah: pindah dari lingkungan syirik ke lingkungan Islami.
Hijrah ini merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan ummat Islam. Dan kewajiban tersebut hukumnya tetap berlaku sampai hari kiamat.
Dalil yang menunjukkan kewajiban hijrah, yaitu firman Allah ta’ala:
 “Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan Malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri ,(kepada mereka) Malaikat bertanya: "Dalam keadaan bagaimana kamu ini? Mereka menjawab: "adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Makah)". Para Malaikat berkata: "Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu? Orang-orang itu tempat tinggalnya neraka Jahannam dan Jahannam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali. Kecuali mereka yang tertindas, baik laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah), mereka itu mudah-mudahan Allah memaafkannya. Dan Allah adalah Maha Pema’af lagi Maha Pengampun.” (QS. An-Nisa’: 97-99).
Dan firman Allah ta’ala:
Hai hamba-hamba-Ku yang beriman!, sesungguhnya, bumi-Ku luas, maka sembahlah Aku saja.” (QS. Al-Ankabut: 56).
Al Baghawi rahimahullah, berkata: “Ayat ini, sebab turunnya, adalah ditujukan kepada orang-orang muslim yang masih berada di Makkah, yang mereka itu belum juga berhijrah. Karena itu, Allah menyeru kepada mereka dengan sebutan orang-orang yang beriman.”
Adapun dalil dari sunnah yang menunjukkan kewajiban hijrah, yaitu sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Hijrah tetap akan berlangsung selama pintu taubat belum ditutup, sedang pintu taubat tidak akan ditutup sebelum matahari terbit dari barat".
Setelah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menetap di Madinah, disyari’atkan kepada beliau zakat, puasa, haji, adzan, jihad, amar ma’ruf dan nahi mungkar serta syari’at-syari’at Islam lainnya.
Beliau pun melaksanakan perintah untuk menyampaikan hal ini dengan tekun dan gigih selama sepuluh tahun. Sesudah itu wafatlah beliau, sedang agamanya tetap dalam keadaan lestari.