NEVER FORGET TO SAY LAILAHA ILLOH

BANGUNAN ASAL MADRASAH DARUN NAJAH YANG MASIH KOKOH SEJAK TAHUN 1973

Kamis, 01 Juli 2021

Call back ilmu nahwu

A. Mubtadak-Khobar Dalam bahasa Inggris, dikenal nominal sentence, yaitu kalimat yang memiliki subjek, tobe, dan predikatif. Dalam bahasa Indonesia juga ada tapi tidak pernah konsisten dalam grammar. Contoh: Ice is cool = Es itu dingin. Tom is a postman = Tom adalah seorang tukang pos. He is in his room = Dia sedang di dalam kamarnya. Sehingga lagi-lagi saya akan menerjemahkan ke bahasa Inggris agar penerjemahannya lebih konsisten. Dalam bahasa Arab, nominal sentence tidak punya tobe dan hanya terdiri dari: Mubtadak (الْمُبْتَدَأُ) : the start, yaitu subjek dari nominal sentence Khobar (الْخَبَرُ): the predicate, yaitu predikatif –> KHOBAR adalah bagian yang ditekankan dalam kalimat ini, bukan mubtadaknya. Predikatif boleh lebih dari satu, dan masing-masingnya boleh berupa noun dan adjective. Contoh: As-samaa-u shoofiyatun (السَّمَاءُ صَافِيَةٌ) = The sky IS clear. A-mu’allimuuna hunaa (الْمُعَلِّمُوْنَ هُنَا) = The teachers ARE here. Anta syakhshun thoyyibun (أَنْتَ شَخْصٌ طَيِّبٌ) = You ARE a kind person. Aina hum? (أَيْنَ هُمْ؟) = Where ARE they? Shodiiqii huwa maalikul matjari (صَدِيْقِيْ هُوَ مَالِكُ الْمَتْجَرِ) = My friend IS the owner of the shop. Haadzaa huwasy syariifu wan nabiilu wal kariimu (هَذَا هُوَ الشَّرِيْفُ وَالنَّبِيْلُ وَالْكَرِيْمُ) = Haadzaa huwasy syariifun nabiilul kariimu (هَذَا هُوَ الشَّرِيْفُ النَّبِيْلُ الْكَرِيْمُ) = This IS a very honest, noble, generous man. Perhatikan contoh terakhir, kata WA (artinya “dan”) dalam bahasa Arab harus ditambahkan di setiap koma, bukan sebelum akhir penyebutan saja. B. Jumlah Ismiyyah (الْجُمْلَةُ الاِسْمِيَّةُ) Yaitu kalimat yang diawali subjek. Dalam bahasa Inggris, penekanan bahwa subjek lebih penting daripada predikat ADALAH melalui intonasi. Sedangkan dalam bahasa Arab, penekanan ADALAH melalui peletakan subjek. Pemakaian jumlah ismiyyah menandakan bahwa SUBJEK adalah elemen paling penting dalam kalimat tersebut. Sedangkan pemakaian jumlah fi’liyah menandakan PREDIKAT lebih penting daripada subjek, atau tidak ada penekanan khusus dalam kalimat itu. Pola: [Others] – [Subjek] – [Kata Kerja] – [Others] Perhatikan juga bahwa Kata Kerja dalam bahasa Arab HARUS mengandung akhiran kata ganti yang mewakili subjeknya. Contoh: Al-waladu yaqro-u kitaabahu (الْوَلَدُ يَقْرَأُ كِتَابَهُ) = THE BOY reads his book. Al-banaatu yal’abna fil hadiiqoti (الْبَنَاْتُ يَلْعَبْنَ فِيْ الْحَدِيْقَةِ) = THE GIRLS play in the park. Bentuk perfective dari mubtadak khobar adalah dengan menambahkan kaana (كَانَ), yang artinya “was”. Bentuk future tense nya adalah dengan menambahkan sayakuunu/saufa yakuunu (سَوْفَ يَكُوْنُ). Contoh: As-samaa-u shoofiyatun (الْسَّمَاءُ صَافِيَةً) = The sky IS clear. As-samaa-u kaanat shoofiyatun (الْسَّمَاْءُ كَانَتْ صَافِيَةً) = The sky WAS clear. As-samaa-u satakuunu shoofiyatun (الْسَّمَاءُ سَتَكُوْنُ صَافِيَةً) = The sky WILL BE clear. Dalam jumlah ismiyyah, kalau subjeknya berupa kata ganti orang ketiga berarti subjeknya SEDANG ditekankan. Tapi kalau subjeknya orang pertama dan kedua, subjek TIDAK ditekankan, kecuali intonasinya berkata begitu. Contoh: Anaa a’rifu (أَنَا أَعْرِفُ) = I know. Kalau kata anaa ditekankan, maka kalimat itu sedang menekankah bahwa “saya, bukan kita, bukan dia, bukan mereka, bukan kalian” yang tahu. Kalau tidak ada penekanan subjek, maka kalimat tersebut bisa disingkat jadi: A’rifu (أَعْرِفُ) = I know. Oleh karena itu, penting sekali bagi pembaca Alqur-an untuk tidak ASAL JEPLAK membacakan Alqur’an membabi buta tanpa tahu apa yang sedang dibacanya, sehingga tidak memberikan intonasi yang benar. Jadi sekarang Anda paham khan bedanya: Pembaca Quran yang buru-buru akan membaca bagai robot = bagaikan membacakan pidato dari teks sambutan yang belum pernah dia baca sebelumnya. Pembaca Quran yang membacakan Quran dengan penuh penghayatan (apalagi sudah membaca dulu) = bagaikan membacakan pidato dengan berapi-api penuh penghayatan, karena dia tahu mana subjeknya, mana predikatnya. C. Jumlah Fi’liyyah (الْجُمْلَةُ الْفِعْلِيَّةُ) Yaitu kalimat yang berawalan kata kerja. Pola: [Others] – [Kata Kerja] – [Others] – [Subjek] – [Others]. Contoh: Yaqro-ul waladu kitaabahu (يَقْرَأُ الْوَلَدُ كِتَابَهُ) = The boy reads his book. Kaanatis samaa-u shoofiyatun (كَانَتِ السَّمَاءُ صَافِيَةً) = The sky was clear. Perhatikan juga bahwa Kata Kerja dalam bahasa Arab HARUS mengandung akhiran kata ganti yang mewakili subjeknya, baik subjeknya disebutkan setelahnya ataupun tidak disebutkan. Kalau Subjek yang disebutkan SETELAH Kata Kerja adalah mu-tsanna (dual) atau jama’ (plural), maka akhiran kata ganti dari Kata Kerja adalah bentuk mufrodnya (singular). Contoh: Yadzhabur rojulu ilaa ‘amalihi (يَذْهَبُ الرَّجُلُ إِلَى عَمَلِهِ) = The man goes to his work. Yadzhabur rijaalu ilaa a’maalihim (يَذْهَبُ الْرِّجَالُ إِلَى أَعْمَالِهِمْ) = The men go to their work. Ar-rijaalu yadzhabuuna ilaa a’maalihim (الرِّجَاْلُ يَذْهَبُوْنَ إِلَى أَعْمَالِهِمْ) = THE MEN go to their work. Jenis kelamin dari akhiran kata ganti MENGIKUTI jenis kelamin subjek, tapi kalau subjek mu-annats, akhiran kata ganti Kata Kerja BOLEH mu-dzakkar. Perhatikan Al-kaksu adalah ism mu-annats, tapi Kata Kerja yang mendahuluinya BOLEH berakhiran kata ganti mu-dzakkar maupun mu-annats. Tapi kalau subjek mu-dzakkar, Kata Kerja TIDAK BOLEH mu-annats. Contoh: Waqo’al kaksu (وَقَعَ الْكَأْسُ) = Waqo’atil kaksu (وَقَعَتِ الْكَأْسُ) = The cup fell. Kalau Subjek adalah jama’ taksir (baik mu-annats maupun mu-dzakkar), maka Kata Kerja BOLEH mu-dzakkar BOLEH mu-annats. Contoh: Qod jaa-atir rijaalu (قَدْ جَاءَتِ الرِّجَالُ) = Verily, the men have come. Kata ganti (selain orang ketiga tunggal = he/she) yang dimunculkan setelah verb, ITU BUKANLAH SUBJEK, tapi penekanan saja. Contoh: Ta’riful jawaaba (تَعْرِفُ الْجَوَاْبَ) = you know the answer. Ta’rifu antal jawaaba (تَعْرِفُ أَنْتَ الْجَوَاْبَ) = YOU know the answer. D. Af’aalun Naaqishoh (الأَفْعَاْلُ النَّاْقِصَةُ) = Af’aalun Naasikhoh (الأَفْعَاْلُ النَّاْسِخَةُ) = Kaana Wa Akhwaatuhaa (كَانَ وَأَخَوَاتُهَا) Yaitu KATA KERJA yang baru bisa diartikan kalau tidak sendirian. Contoh: was, were, will never. Af’aalun naaqishoh SELALU diikuti oleh: Ism Fi’l Naaqishoh (اِسْمُ الْفِعْلِ النَّاقِصِ) Khobar Fi’l Naaqishoh (خَبَرُ الْفِعْلِ النَّاقِصِ) dan fi’l/keterangan tempat/khobar. Kalau diikuti khobar, khobar harus MANSHUB. Contoh: Kaanal waladu yal’abu (كَانَ الْوَلَدُ يَلْعَبُ) = The boy played. Kaanal waladu fil hadiiqoti (كَانَ الْوَلَدُ فِيْ الْحَدِيْقَةِ) = The boy was in the park Kaanatis samaa-u shoofiyatun (كَانَتِ السَّمَاءُ صَافِيَةً) = The sky was clear. Maazaala (مَا زَالَ) = remain; dan laisa (لَيْسَ)= wasn’t; PASTI berstatus af’aalun naaqishoh. Contoh: Maazaalal waladu (مَا زَالَ الْوَلَد) = The boy is still… Maazaalal waladu sa’iidan (مَا زَالَ الْوَلَدُ سَعِيْدًا) = The boy is still happy. Tapi beberapa kata kerja BISA jadi kata kerja biasa ATAUPUN af’aalun naaqishoh: Kaana (كَانَ) = he was Ashbaha (أَصْبَحَ) = he was in the morning Amsaa (أَمْسَىْ) = he was in the evening Adhhaa (أَضْحَىْ) = he was in the forenoon Ghodaa (غَدَا) = he was in the early morning Baata (بَاتَ) = he spent the night Dholla (ظَلَّ) = Baqiya (بَقِيَ) = he stayed Shooro (صَارَ) = he was transferred ‘Aada (عَادَ) = Roja’a (رَجَعَ) = he returned Maa ‘aada (مَا عَادَ) = he is no longer Jaa-a (جَاءَ) = he came Aa-dloo (آضَ) = Inqolaba (اِنْقَلَبَ) = Istahaala (اِسْتَحَالَ) = Tahawwala (تَحَوَّلَ) = he was transformed Tabaddala (تَبَدَّلَ) = he was changed Maa bariha (مَا بَرِحَ) = He is still/He didn’t leave Maa fati-a (مَا فَتِئَ) = He is still/He is always/He didn’t let go Maa infakka (مَا انْفَكَّ) = He is still/He wasn’t released Maa daama (مَا دَامَ) = as long as Contoh: Kaanal waladu (كَانَ الْوَلَدُ) = The boy was (sebagai af’aalun naaqishoh), atau The boy existed (sebagai kata kerja biasa). Ashbahats tsalju maa-an (أَصْبَحَ الثَّلْجُ مَاءً) = This morning the ice became water. Sayushbihuts tsalju maa-an (سَيُصْبِحُ الثَّلْجُ مَاءً) = This morning the ice will become water. Sa usaa’uduka maa dumta bi haajatii (سَأُسَاعُدُكَ مَا دُمْتَ بِحَاجَتِيْ) = I will help you as long as you are in need of me. E. Kaada Wa Akhwaatuhaa (كَاْدَ وَأَخَوَاْتُهَاْ) Kata kerja ini harus selalu harus diikuti Kata Kerja atau frase infinitif agar punya arti. Ada 3 jenis: E.1. Af’alul Muqoorobah (أَفْعَالُ الْمُقَارَبَةِ) = about to/almost Yaitu: Kaada (كَادَ) Au-syaka (أَوْشَكَ) Karoba (كَرَبَ) Contoh: Kaadal waqtu yanqo-dlii (كَادَ الْوَقْتُ يَنْقَضِيْ) = The time was almost up. Yakaadul waqtu yanqo-dlii (يَكَادُ الْوَقْتُ يَنْقَضِيْ) = The time is almost up. Au-syakal mathoru an yahthil (أَوْشَكَ الْمَطَرُ أَنْ يَهْطِلَ) = The rain is about to fall. E.2. Af’alur Rojaak (أَفْعَالُ الَّرَجَاءِ) = hopefully Yaitu: ‘Asaa (عَسَىْ) Haroo (حَرَى) Ikhlaulaqo (اِخْلَوْلَقَ) Contoh: ‘Asaa robbukum an yarhamakum (عَسَىْ رَبُّكُمْ أَنْ يَرْحَمَكُمْ) = May Lord of you-all have mercy you-all. Hal ‘asaitum in naadaitukum an tujiibuunii? (هَلْ عَسَيْتُمْ إِنْ نَادَيْتُكُمْ أَنْ تُجِيْبُوْنِيْ؟) = Is it hopefully to you: if I call you, you answer me? ‘Asaahum hunaaka (عَسَاهُمْ هُنَاكَ) = Hopefully they are there E.3. Af’alusy Syuruu’ (أَفْعَالُ الشُّرُوْعِ) = begin to Yaitu: Ja’ala (جَعَلَ) Akho-dza (أَخَذَ) Ansya-a (أَنْشَأَ) Syaro’a (شَرَعَ) Thofiqo (طَفِقَ) Rooha (رَاحَ) Inbaroo (اِنْبَرَى) Bada-a (بَدَأَ) Ibtada-a (اِبْتَدَأَ) Qooma (قَامَ) ‘Aliqo (عَلِقَ) Habba (هَبَّ) Contoh: Syaro’al aulaadu yunadhdhifuunal manzila (شَرَعَ الأَوْلادُ يُنَظِّفُوْنَ الْمَنْزِلَ), Fa akho-dza anasun yajma’un nifaayaati (فَ أخَذَ أَنَسٌ يَجْمَعُ النِّفَايَاتِ), Wa ja’ala husaamun yurottibul asirrota (وَجَعَلَ حُسَامٌ يُرَتِّبُ الأَسِرَّةَ), Wanbarot riimaa taghsilush shuhuuna (وانْبَرَتْ رِيْمَا تَغْسِلُ الصُّحُوْنَ), Wa qooma haanii yamsahul ghubaaro (وَقَاْمَ هَانِيْ يَمْسَحُ الْغُبَارَ) Artinya: The kids started to clean the house, then, Anas started to collect the trash, and Husaam started to tidy the beds, and Rima started to wash the dishes, and Hani started to wipe the dust. F. Akhruful mu-syabbahatu bil fi’l (الأَحْرُفُ الْمُشَبَّهَةُ بِالْفِعْلِ) Yaitu partikel yang menyerupai kata kerja. Meliputi: F.1. Inna (إِنَّ) Dipakai di jumlah ismiyyah, untuk menghilangkan penekanan subjek, sehingga berperilaku sama dengan jumlah fi’liyyah. Meski begitu, inna artinya “It’s true that” atau “It’s verified that” atau “Truthfully”. Contoh: Yaqro-ul walaadu kitaabahu (يَقْرَأُ الْوَلَدُ كِتَابَهُ) = The boy reads his book. Al-waladu yaqro-u kitaabahu (الْوَلَدُ يَقْرَأُ كِتَابَهُ) = THE BOY reads his book. Innal walada yaqro-u kitaabahu (إِنَّ الْوَلَدَ يَقْرَأُ كِتَابَهُ) = It’s true that the boy reads his book. Kaidah inna: Inna harus diletakkan di depan jumlah ismiyyah/mubtadak khobar. Subjek dari jumlah ismiyyah HARUS manshub. Dikatakan partikel yang menyerupai kata kerja, karena inna membuat subjek jumlah ismiyyah yg diikutinya dari objek (manshub), padahal inna hanya partikel. Komponen Inna: Ism Harfil Musyabbahi Bil Fi’l (اِسْمُ الْحَرْفِ الْمُشَبَّهِ بِالْفِعْلِ) = subjek dari inna Khobar Harfil Musyabbahi Bil Fi’l (خَبَرُ الْحَرْفِ الْمُشَبَّهِ بِالْفِعْلِ) = predikat dari inna Contoh: Innas samaa-a shoofiyatun (إِنَّ الْسَّمَاءَ صَافِيَةٌ) = It’s true that the sky is clear. Kalau subjek inna adalah kata ganti, maka subjek itu harus menempel menjadi akhiran kata ganti. Contoh: Anaa jahizun (أَنَا جَاهِزٌ) = I’m ready. Kalau ditambahi inna, menjadi: Innii jaahizun (إِنِّيْ جَاهِزٌ) = It’s true that I’m ready. Hiyaa fataatun dzakiyyatun (هِيَ فَتَاةٌ ذَكِيَّةٌ) = SHE is a smart girl. Kalau ditambahi inna, menjadi: Innahaa fataatun dzakiyyatun (إِنَّهَا فَتَاةٌ ذَكِيَّةٌ) = It’s true that she is a smart girl. Huwa shodiiqii (هُوَ صَدِيْقِيْ) = He’s my friend. Kalau ditambahi inna, menjadi: Innahu shodiiqii (إِنَّهُ صَدِيْقِيْ) = It’s true that he’s my friend. F.2. Inna + La (إِنَّ+لَـ) La (=certainly) bertujuan memberikan penekanan, bisa mengawali kata apapun, dan mengawali jumlah ismiyyah. Kalau Inna+La, maka la harus dipindah, dari “sebelum subjek” ke “sebelum predikat”. Pemindahan “la” ini dinamakan lam muzahlaqoh(اللاَّمُ الْمُزَحْلَقَةُ). Contoh: La zaidun shoodiqun (لَزَيْدٌ صَادِقٌ) = Certainly Zaid is honest. Inna zaidan la shoodiqun (إِنَّ زَيْدًا لَصَادِقٌ) = It’s true that Zaid is, certainly, honest. F.3. Anna (أَنَّ) Yaitu berasal dari an + inna (أَنْ إِنَّ) = anna = that it’s true that. Contoh: Laqod ‘udtu (لَقَدْ عُدْتُ) = I have returned. Ditambahi inna, menjadi: Innii qod ‘udtu (إِنِّي قَدْ عُدْتُ) = It’s true that I returned. Contoh penggunaan anna: A lam ta’lamuu annii qod ‘udtu? (أَلَمْ تَعْلَمُوْا أَنِّي قَدْ عُدْتُ ؟) = Didn’t you know that it’s true that I returned? Contoh lain: Dhonantu annal mau’idal yauma (ظَنَنْتُ أَنَّ المَوْعِدَ اليَوْمَ) = I thought that it’s true that the appointment is today. An (أَنْ) vs Anna (أَنَّ): An hanya dipakai sebelum fi’l (yaitu sebelum jumlah fi’liyyah), bukan sebelum ism (yaitu sebelum jumlah ismiyyah). Anna bisa dipakai sebelum jumlah ismiyyah. An bermakna “to” dalam bahasa Inggris (sayang, tidak ada padanannya dalam bahasa Indonesia). Contoh: Uriidu an ata’allama (أُرِيْدُ أَنْ أَتَعَلَّمَ) = I want TO learn. An juga bisa dipakai di depan jumlah ismiyyah kalau an mendahului kalimat penjelas. Contoh: Fa arsala ilaihi ANIL harbu wa syiikatun (فَأَرْسَلَ إِلَيْهِ أَنِ الْحَرْبُ وَشِيْكَةٌ) = Then he sent (message) to him THAT the war is imminent. F.4. Laakinna (لَكِنَّ) Yaitu berasal dari laakin (لَكِنْ) + inna (إِنَّ) = But it’s true that. Kadang diawali Wa, menjadi wa laakinna. Wa di sini TIDAK ADA ARTINYA dan TIDAK ADA GUNANYA. Contoh: Al kalaamu sahlu laakinnal fi’la sho’bun (الْكَلامُ سَهْلٌ لَكِنَّ الْفِعْلَ صَعْبٌ) = The talking is easy but it’s true that the doing is hard. Isytaroitul kitaaba wa laakinnii lam aqrokhu ba’du (الْكَلامُ سَهْلٌ لَكِنَّ الْفِعْلَ صَعْبٌ) = I bought the book but it’s true that I didn’t read it. F.5. Ka-anna (كَأَنَّ) Yaitu berasal dari ka (كَ), an (أَنْ), dan inna (إِنَّ) = Like that it’s true that. Karena bahasa ini menjadi janggal di bahasa Inggris (ini kelemahan bahasa Inggris), maka ka-anna diterjemahkan menjadi It’s that … truthfully like. Contoh: Ka-anna zaidan asadun (كَأَنَّ زَيْدًا أَسَدٌ) = Zaid is like a lion. Kalimat yang salah: Zaidun ka asadin (زَيْدٌ كَأَسَدٍ) Kalimat yang salah: Inna zaidan ka asadin (إِنَّ زَيْدًا كَأَسَدٍ) Kecuali kalau asadun berupa definite noun, maka tidak apa-apa, dan definite noun akan diterjemahkan sebagai indefinite noun. Kasus definite noun ini malah lebih umum terjadi di Arab. Zaidun kal asadi (زَيْدٌ كَالأَسَدِ) = Zaid is like the lion. Kalau definite noun tapi pakai ka anna, maka akan terkesan puitis: Ka anna zaidan al-asadu ( كَأَنَّ زَيْدًا الأَسَدُ) = Zaid is like the lion. F.6. La’alla (لَعَلَّ) Yaitu it’s hoped that, atau it may be that, atau semoga/ekspektasi. La’alla hanya dipakai untuk mengawali jumlah ismiyyah dan subjeknya juga manshub. La’alla riimaa taktii ghodan (لَعَلَّ رِيْمَاْ تَأْتِيْ غَدًا) = It’s hoped that Rima come tomorrow. La’allal marii-dlo qod maata (لَعَلَّ الْمَرِيْضَ قَدْ مَاْتَ) = Maybe the patient died –> ekspektasi, bukan semoga!! F.7. Laita (لَيْتَ) Yaitu it’s wished that. Laitasy syabaaba ya’uudu yauman (لَيْتََ الشَّبَاْبَ يَعُوْدُ يَوْمًا) = It’s wished that the young returns a day (I wish I am young again one day) Laitanii kuntu hunaaka (لَيْتَنِيْ كُنْتُ هُنَاْكَ) = I wish I was here. F.8. Inna/Anna/Laakinna/Ka-anna/La’alla/Laita+Maa Maa disini tidak mengubah arti, dan subjek setelahnya menjadi tidak manshub lagi. Sehingga akhruful mu-syabbahatu bil fi’l + MAA bisa juga dipakai sebelum jumlah fi’liyyah!! Maa ini dinamakan Maa Kaffah (مَا الْكَافَّةُ). Innamaa taqoolul haqqo (إِنَّمَا تَقُوْلُ الْحَقَّ) = It’s true that you say the truth. Print Friendly, PDF & Email Post Views: 2,689

Kamis, 03 Juni 2021

PPDB RA. Darun Najah Keboncandi

assalamu'alaikum Wr. Wb. sehubungan dengan pandemi virus covid19 kami selaku panitia penerimaan peserta didik baru tahun ajaran 2021-2022h. menghimbau kepada wali murid agar tetap memayuhi protokol kesehatan dg memakai masker waktu pendaftaran mulai pukul 07.00 s/d 12.00 demikiam pemberitahuan ininkami sampaikan dan terimakasij atas partisipasi dan kerjasanya...

Kamis, 27 Mei 2021

Selamat hari raya idul fitri 1442 h.

assalamu'alaikum wr wb. minal aidin wal faizin... mohon maaf lahir dan batin.. teruntuk bagi pembaca... maaf sebelumnya karna sudah lama tidak update.. karna memanbg sangat sibuk dengan urusan dunia... saudara-saudaraku yg tercinta... melihat dengan keadaan pandemi covid19 dan bencana alam yg terus menerus hilir gilir berganti... hingga pada fenomena alam yakni gerhana bulan total/blood moon kemarin yg terjadi pada hari rabu berteatan dengan 15 syawal 1442 h... ini membuat kita diharuskan untuk selalu berintropeksi diri, agar kita senantiasa mendekatkan diri kita kepada Alloh swt. dan menambah ketaqwaan kita... amin amin amin... semoga sedikit renungan ini menjadi inspirasi kisaya sendiri dan saudaraku sekalian

Jumat, 27 November 2020

the Santri

para pejuangan yg berseragam sarung & peci hitam, mereka bangga dan tidak ada rasa malu dengan kostum seadanya tersebut... itulah mengapa mereka dikatakan sebagai penerus dan pemegang tradisi belajar mengajar ala kiai dan santri jaman dulu... mereka tidak memikirkan masa depan mereka seperti halnya yg di katakan lembaga pendidikan formal yg menjajikan pekerjaan yg mapan jabatan dan penghasilan... mereka hanya niat menghilangkan kebodohan dalam diri mereka dan menimbah ilmu sebanyak2nya... mereka mencari ridho alloh, guru dan orang tua.... demikian sepenggal ulasan tentang santri yg di anggap remeh oleh para pemburu dunia...

Jumat, 19 Juni 2020

Pemburu pengetahuan

Menimbah ilmu itu bukan hanya sekedar belajar di saat kita dalam jenjang pendidikan belaka... Dalam hadis yg sering kita dengarkan seperti "mencari ilmu itu di wajibkan bagi kaum muslimin dari kita lahir hingga kita mati". demikianlah kata mutiara baginda rosululloh dg penuh ketulusan & kesucian hati beliau baginda tidak pernah lelah menimba ilmu baik itu urusan duniawi dan ukhrowi... Baginda tidak pernah menyembunyikan apa yang belau ketahui karna, karna memberi pengetahuan itu menambah rasa ingin mengetahui lebih dari apa yang di ketahui... Demikianlah walau hanya sebuah coretan seadanya semoga bisa menambah kecintaan kita pada baginda rosulillah محمد صلی الله علیه وسلم

Kamis, 12 September 2013

Minggu, 01 September 2013

Sang Zahid Mengarungi Sufisme Gus Dur

Penulis : KH. Husein Muhammad Penerbit : LKiS Yogyakarta Cetakan : I, 2012 Tebal : xviii + 164 halaman ISBN : 979-25-5381-9 Bagaimana membaca sepak terjang Gus Dur yang sepertinya tak terbentuk, sehingga sebagaian kalangan menyebutnya The Drunken Mastes van Indonesia? Banyak yang telah membahas spectrum atau dimensi sepak terjang yang sedemikian luas. Apakah sumber yang menyebabkan Beliau bisa bergerak sedemikian? Demikian Alisa Wahid, putri Gus Dur, memberikan pengantar dalam Buku ini (Sang Zahid). Tak dipungkiri, Gus Dur memang sosok yang unik. Banyak penyematan nama yang orang lain berikan kepada Beliau. Penyematan nama yang begitu beragam tak lepas dari sepak terjang Gus Dur dalam bergumul dengan sisi kemanusiaan, entah itu siapa, kalangan mana. Sekat batas atas nama golongan, etnis, agama, bahkan individu yang sekelas teri pun Gus Dur diretasnya. Sehingga, tatkala Gus Dur wafat banyak kalangan yang menangisi. Setelah kepulangannya (wafat) begitu beragam organisasi keagamaan, kemasyarakatan yang memperingati. Banyak kalangan yang mencoba memotret Gus Dur dari segi kenegarawananya, keulamaannya, keberpihakan terhadap masyarakat yang terkucil atau sedang dikucilkan. Namun, potret yang parsial tersebut hanya menambah kebingungan, karena beragamnya pandangan dan keluasan sepak tejang Gus Dur, siapa tho sebenarnya Gus Dur itu? Begitu pula, buku yang menganalisi dari sisi gelar-gelar yang disematkan rasanya tak mencukupi untuk mendedah: apa yang menjadikan Gus Dur unik bahkan kontreversial untuk masa kini namun cocok dengan masa mendatang? KH. Husein Muhammad melalui bukunya “Sang Zahid Mengarungi Sufisme Gus Dur, membawa cara baru mengeksplorasi sosok Gus Dur. Menurut KH. Husein Muhammad jiwa kesufian Gus Dur-lah yang menjadikan sepak terjangnya melampui batas-batas yang selama ini dianggap risih dan mengancam kewibawaan. Melalui buku “Sang Zahid” pula, KH.Husein Muhammad mencoba menghubungkan sufisme Gus Dur dengan para sufi besar lain yang melegenda, menguasai, mempengaruhi atau menginspirasi pikiran dan kebudayaan di dunia sampai hari ini, meski telah berjuta hari dan beribu tahun berlalu. Bagi Gus Dur, semua manusia adalah sama, tak peduli dari mana asal usulnya, apa jenis kelamin mereka, warna kulit mereka, suku mereka, ras dan kebangsaan mereka. Yang Gus Dur lihat adalah bahwa mereka manusia seperti dirinya dan yang lain. Yang ia lihat adalah niat baik dan perbuatannya, seperti kata Nabi SAW; “Tuhan tidak melihat tubuh dan wajahmu, melainkan perilaku dan hatimu.” Gus Dur bukan tidak paham bahwa ada yang keliru, ada yang tidak disetujui atau ada yang salah dari mereka yang dibelanya. Gus Dur membela dan terus menemani mereka. Ia membela karena tubuh mereka diserang dan dilukai hanya karena baju agamanya yang berwarna lain. Keyakinan dan pikiran tak bisa dinamai, tak bisa diberi tanda. Pikiran dan hati adalah misteri yang tersembunyi. Ia bagaikan burung yang terbang di langit lepas. Ia dapat mengelana ke mana-mana. Karena burung itu bisa naik-turun, belok kanan-kiri, maka ia sulit ditangkap. Kata Rumi dalam Fihi Ma Fihi; “Tak ada kemampuanmu menjauhkan pikiran-pikiran itu meski dengan seratus kali rekayasa berkeringat.” Sebab pemaksaan atas pikiran dan keyakinan orang tak kan menghasilkan apa-apa, tindakan sia-sia kecuali menimbulkan sakit hati, luka dan menghambat krativitas (hal. 57). Maka kebhinekaan realitas alam semesta seharusnya tidak menghalangi setiap manusia untuk memahami pikiran, bahasa, dan kehendak-kehendak manusia yang lainna. Para sufi memandang alam semesta beragam dan seluruhnya mengandung keindahan sebagai “tajalli” Tuhan, perwujudan rahmat dan keagungan-Nya di alam semesta. Inilah pluralisme yang tak bisa dipungkiri dan hanya bisa barengi dengan laku toleransi. Para sufi merupakan manusia yang toleran meski banyak tentangan dari pihak lain. Masih banyak gagasan Gus Dur yang kecil-kecil, yang tak terliput oleh orang banyak semisal keseharian beliau sebagai bapak dari seorang anak, suami dari seorang istri, bahkan sesama teman yang menunjukkan, mengarahkan bahwa kehidupannya cenderung sufis. Karya-karya klasik para sufi yang diperoleh sewaktu nyantri maupun hasil pembacaan sendiri yang akhirnya membentuk sikap mental, kejiwaan Gus Dur menjadi sosok yang unik, berani, kontreversial, dan humoris. Gus Dur adalah seorang pengembara dan jiwa pengembara biasanya dimiliki kaum sufi. Pengembaraannya inilah yang menjadikan Gus Dur sering menjadi subjek yang aneh, asing, dicurigai, bahkan dimusuhi oleh mereka yang tak paham dengan jalan pikirannya. Bahkan seringkali dicap “nyleneh” atau boleh jadi “orang gila”. Tetapi berbagai sebutan, cap, oloka-olokan bahkan pujian yang agung tidaklah menjadikan sang pengembara surut meneruskan perjuangannya. Sebab, di mata sang sufi berbagai ornament keduniawian sifatnya sementara, semua hanyalah fana, tak kekal. Sang sufi akan terus berjalan menuju kehariban Sang Maha Pecinta dengan keagungan gelar yang tergambarkan. Buku ini menjadi menarik sebab mencoba melihat jalan pikirannya Gus Dur dari sisi kesufian. Sedangkan kesufiaannya Gus Dur tak lepas dari hasil “belajar” kitab-kitab klasik tradisionil. Inilah yang meneguhkan kalau Gus Dur tidak lupa dengan akar kepribadiannya, sebagai sosok kalangan pesantren. Peresensi: Khoirul Anwar Aktivis Kolong Bumi, pernah mengikuti Kelas Gusdurian Yogyakarta angkatan I, dan sekarang tinggal di Yogyakarta. - See more at: http://suar.okezone.com/read/2013/06/19/285/824166/redirect#sthash.RBTQf3lI.dpuf